Yang Terasing Yang dirindukan ( Ghurabaa' )

Yang terasing yang dirindukan
Sungguh di awal kemunculannya Islam dalam keadaan asing dan kelak akan kembali asing sebagaimana awal mulanya. Islam akan kembali berpusat ke dua masjid (masjid Al Haram dan Masjid Nabawiy). Sebagaimana seekor ular akan kembali masuk ke dalam lubangnya. (HR Muslim dan Ibnu Mundah).

Istilah ghuroba sangat populer dikalangan aktfis Islam dan penggiat dakwah. Istilah ini memiliki tren tersendiri dikalangan mereka. Begitu familiarnya, banyak orang berebut ingin memiliki istilah ghuroba; kelompok kajian, nama produk, yayasan, pondok pesantren dan masih banyak yang memasang kata ghuroba sebagai identitasnya.

Ghuroba menjadi rebutan para penggiat dakwah bukan karena menjanjikan keuntungan duniawi, bukan pula karena ia sebuah jabatan prestige. Tetapi, lebih dari itu Rasululloh Saw telah memberikan kabar gembira kepada Ghuroba, mereka akan mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat. Beliau bersabda “ Islam bermula dalam keadaan asing, dan ia akan kembali asing seperti keadaan semula. Maka berbahagialah al ghuroba. (HR Muslim).

Siapakah Ghuroba ?

Dalam bukunya, Al Ghuroba Al Awwalun, Syaikh DR. Salman al-Audah panjang lebar menerangkan makna Ghuroba. Ringkasnya, lafazh ghariban; yang merupakan derivasi dari lafazh al-ghurbah memiliki dua makna : pertama, makna secara fisik seperti seseorang hidup di negeri orang lain (bukan negerinya sendiri) sebagai orang asing. Kedua, bersifat maknawi –makna inilah yang dimaksud disini yaitu bahwa seseorang dalam keistiqomahannya, ibadahnya, berpegang teguh pada risalah Islam dan menghindari fitnah-fitnah yang timbul adalah merupakan orang yang asing ditengah-tengah kaum yang tidak memilik prinsif seperti dia. Keterasingan ini bersifat relatif sebab terkadang seseorang merasa asing di suatu tempat namun tidak ditempat lainnya, atau pada masa tertentu merasa asing namun pada masa lainnya tidak demikian.

Syaikh Salman menjelaskan, hadits-hadits yang membicarakan ghuroba, mengarah pada sebuah kesimpulan yaitu; apabila seseorang istiqomah berpegang teguh dengan keilmuan dan istiqomah dalam mengamalkannya maka akan sedikit orang yang akan sepaham dengannya. Sebaliknya semakin banyak orang yang bersebrangan pemikiran dan karakter dengannya, ia akan dicela. Jika ia mengajak orang lain untuk mengikuti apa yang ia bawa, maka akan sedikit orang yang mau memnuhi seruannya. (Al-ghuroba’ Awwalun hal 24). Inilah yang ditegaskan oleh Rasul dalam sabdanya, “ Thuba (beruntunglah) orang-orang asing.” Ada yg bertanya, “siapakah al-ghuraba’, yaa Rasululloh?” Rasul menjawab, “mereka adalah orang-orang yang senantiasa shaleh dalam komunitas masyarakat yang rusak. Orang yang mendurhakainya lebih banyak dari pada orang yang mentaatinya.” (HR. Imam Ahmad, Thobroniy dan Al Baihaqiy, juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Mubarok dalam kitab Zuhudnya).

Awal kemunculan generasi ghuraba’ ditandai dengan sidikitnya orang-orang yang mau menyambut dakwah yang benar dan sulitnya, serta banyaknya aral melintang ketika akan komitmen dengan ajaran ideologi yang diajarkan Rasulullah Saw. Seperti halnya keadaan awal-awal Islam muncul di jazirah Arab. Keterasingan, kesulitan, intimidasi dan perlawanan masyarakat yang pernah dialami oleh generasi awal Islam, juga akan dirasakan oleh generasi Ghuraba’ dikemudian hari.

Karakter Generasi Ghuraba

Sebagai generasi Rabbaniy, generasi yang mengusung dan memperjuangkan ide-ide serta ideologi langit, al ghuraba’ memiliki ciri khas yang mengistimewakannya dengan golongan atau generasi lainnya. Klaim diri sebagai generasi ghuraba’ harus dibuktikan dengan menyatunya sifat-sifat al Ghuraba’ dalam diri seseorang. Jika tidak, itu hanya sebatas klaim, ia bukan termasuk generasi Ghuraba’.

Diantara sifat dan karakter generasi ghuraba’ yang disimpulkan oleh para ulama dari nash-nash syar’i adalah (lihat Al ghuraba’ Awwalun, Syaikh Salman dan Manhajul Ghuraba’ fie Muwajahah al jahiliyah, Syaikh Abdul Majid dan Kitab al Gguraba’ Imam Al Ajiri);

1. komitmen dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah Saw

beruntunglah orang yang terasing (yaitu) orang-orang yang berpegang teguh pada kitabullah, ketika orang-orang sudah mulai meninggalkannya. Dan berpegang teguh dengan (memahami) asunnah, ketika ia dipadamkan. (HR. Ibnu Waddhah.

Ketika ditanya siapakah Ghuraba’, Rasulullah Saw menjawab, “ yaitu orang-orang yang berusaha memperbaiki sunnahku yang telah dipadamkan oleh manusia sepeninggalku.” (HR. Tirmidzi).

Sufyan At Tsauri berkata, “mintalah nasihat kepada orang-orang yang memegang teguh sunnah Rasulullah Saw karena mereka adalah Al Ghuraba’.” (lihat Syarhu Ushul al I’tiqad, 1/64)

1. Ghuraba’ adalah orang-orang yang terusir dari kabilahnya/tempat tinggalnya. Terkadang, mereka harus rela meninggalkan kampung halamannya, demi menyelamatkan Diennya.

“generasi yang paling dicintai Alloh Swt adalah al Ghuraba’. “ada yang bertanya, “siapakah al ghuraba’..?” Beliau menjawab, “yaitu orang-orang yang lari menyelamatkan mereka. Kelak dihari kiamat Alloh akan membangkitkan mereka bersama ‘Isa bin maryam.” (HR. Abdullah bin Imam Ahmad).

Lain waktu ketika ditanya, siapa al ghuraba’, Rasul Saw menjawab, “mereka adalah orang-orang yang terusir dari kabilah-kabilahnya.” (Musnad Ahmad 3569).

1. Mereka terasing dan mereka berpegang teguh dengan Dien atas dasar petunjuk Salafush-shalih. Mereka terasing karena menjauhi kesesatan, tidak rela bergaul dengan orang-orang fasik, mengahramkan dirinya untuk tunduk dibawah kendali thagut dan para durjana yang berkuasa, karena mereka menjadikan al haqq (Wahyu Alloh) sebagai ideologi hidupnya, bukan undang-undang (baca: sampah pemikiran) para penguasa lalim. Alloh berfirman :

“dan diantara orang-orang yang kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan hak yang itu pula mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al A’raf 181).

Para ulama tafsir, diantaranya; Al Baghawi, dan Ath Thibary, menjelaskan ayat ini, “ada sekelompok umat ini yang memberi petunjuk, dan mereka menjadikan kebenaran itu sebagai panduan dalam menghukumi perkara yang dihadapi umat manusia. Ibnu Abbas bertutur, mereka adalah umat Muhammad Saw yang berhujrah dan orang-orang yang senantiasa mengikuti kebaikan mereka.”

Ka’ab bin ahbar menggambarkan keterasingan Ghuraba’, ”beruntunglah mereka, orang-orang yang meliahtnya memandang rendah kepada mereka; jika Ghuraba meminang, orang-orang tidak tertarik menjadikan mereka menantu/suami; jika Ghuraba’ meninggal, manusia tidak merasa kehilangan.” (kitab Al Ghuraba’, al Ajiri, hal 8).

Ya, karena Ghuraba bukan orang yang mapan secara ekonomi, karier dunianya tidak bisa dibanggakan, pun bukan keturunan bangsawan dan tidak mempunyai nasab yang patut dibanggakan. Tapi mereka adalah orang asing ditengah kaum dan kerabatnya, karena ia telah mewakafkan dirinya untuk memperjuangkan dan komitmen dengan dienullah berdasarkan faham salafush-shalih.

1. mereka iatiqomah dalam kesholehan, tidak terpengaruh oleh situasi dan senantiasa mengadakan perbaikan (ishlah).

“Thuba (beruntunglah) orang-orang asing.” Ada yg bertanya, “siapakah al-ghuraba’, yaa Rasululloh?” Rasul menjawab, “mereka adalah orang-orang yang senantiasa shaleh dalam komunitas masyarakat yang rusak.” (HR. Thobroniy).

Ternyata, al Ghuraba’ yang selalu diperebutkan oleh para penggiat dakwah, bukan nama sebuah kelompok pengajian tertentu, bukan gelar bagi murid Syaikh fulan, bukan pula sebutan yang bisa dimonopoli oleh jama’ah pengajian yang memiliki atribut atau dibimbing oleh ustadz tertentu. Tapi, Ghuraba’ berhak dimiliki siapa pun, selama ia memiliki karakter-karakter yang telah disebutkan diatas.

Postingan populer dari blog ini

Century 21 Broker Properti Jual Beli Sewa Rumah Indonesia

Adira Asuransi Kendaraan Terbaik Indonesia - Terbaru

Keluhan yang Dapat Mengurangi Fokus Berpuasa